Sabtu, 13 September 2008

PREVALENSI STROKE PADA DIEBETES MELITUS

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak & protein terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Dalam keadaan normal, kira – kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira – kira 30 – 40% diubah menjdai lemak. Pada diabetes militus semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak (Ganiswarna, 1995, Farmakologi Dan Terapi, Fakultas Kedokteran UI: Jakarta, 471).

Stroke merupakan salah satu penyabavb kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat. Stroke adalah sindrome klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata – mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam ( kebanyakan 10 – 20 menit ), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas ( transient ischaemia attack = TIA ) (Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI: Jakarta, 17)

Faktor risiko dari stroke adalah :

  • Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.

  • Yang dapat diubah : hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyalah gunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia dan dislipidemia (Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI: Jakarta, 18)

Berikut ini pernyataan yang diambil dari beberapa jurnal mengenai prevalensi stroke pada diabetes melitus :

  • Zargar ( 1997 ) menunjukkan fakta bahwa diabetes yang telah lama dialami akan menambah faktor resiko stroke. Dari hasil penelitian 60,60% pasien DM dengan stroke dialami pada seseorang yang obesitas. Ada beberapa fakta dari literatur menyatakan obesitas bukan merupakan faktor resiko utama faktor resiko terjadi stroke pada pasien diabetes. Tetapi, penurunan faktor resiko stroke pada pasien diabetes mungkin tidak berhubungan langsung dengan obesitas, namun melalui penurunan dari atherosclerosis, yang merupakan salahsatu faktor resiko stroke.

  • Antonios ( 2005 ) dari penelitian Copenhagen Stroke dimana 75% pasien diabetes diketahui mengalami DM terlebih dahulu baru mengalami stroke, padahal 25% DM didiagnosis pada pasien yang rawat inap rumah sakit dengan penyakit stroke. Sejak diabetes diketahui mampu menaikkan resiko atherosclerosis, hal itu terlihat bahwa DM menjadi faktor resiko yang paling essensial pada sistem vaskular khususnya stroke iskemik. Pasien dengan DM – stroke memiliki resiko kematian lebih tinggi daripada pasien stroke tanpa DM.

  • Bener ( 2005 ) menyatakan 46,4% pasien DM ditemukan pada pasien yang mengalami stroke. Hasil penelitian lain dari Barrett – Connor et al menyatakan DM merupakan faktor resiko tersering untuk stroke. Dari penelitian Bener terlihat pasien hipertensi dengan DM memiliki faktor resiko mengalami stroke.

  • Hamidon ( 2003 ) menunjukkan tingkat kejadian pasien DM dengan stroke yang ada si rumah sakit sekitar 55,2%, hal ini sangat tinggi daripada hasil penelitian yang lain ( 13% dan 36% ).

  • Davis ( 1999 ) menunjukkan resiko stroke menurun pada 4 kategori usia dimana pasien yang tua ( > 60 tahun ) diagnosis hampir 5 kali ( untuk mengetahui resiko ) daripada pasien yang lebih muda ( <>

Dari pernyataan diatas terlihat tingkat kejadian stroke pada diabetes melitus cukup tinggi maka kita harus dapat menurunkan faktor reiko yang masih dapat diubah, seperti diabetes melitus ( hiperglikemi ) berarti kadar gula darah yang meningkat dengan menjaga gaya hidup ( pola makan ). Prinsip dasar terapi diabetes melitus seperti :

  1. Penyuluhan

  2. Latihan

  3. Pengaturan makan

  4. Obat Hipoglikemik

1. Insulin secretagogue

a. Sulfonilurea : - glibenclamide

- gliclazide

- glipizide

- glimepiride

b. Meglitinide: repaglinide & nateglinide

2. Biguanide : - Metformin

3. AGI (a-glukosidase inhibitor): acarbose

4. Insulin sensitizer : Thiazolidinedione

* pioglitazone (Actos)

  1. Cangkok Pankreas


Edukasi

  • Perjalanan penyakit DM

  • Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

  • Penyulit DM dan risikonya

  • Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis serta target perawatannya

  • Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat antidiabetik atau insulin serta obat lain

  • Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri

  • Mengatasi sementara keadaan gawat seperti rasa sakit atau hipoglikemi

  • Pentingnya latihan jasmani teratur

  • Masalah khusus yang dihadapi misalnya hiperglikemia pada kehamilan

  • Pentingnya perawatan diri

  • Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehat




Quinolones

Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika golongan Kuinolon lama yang dipasarkan sekitar tahun 1960. Walaupun obat ini mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram negatif, tetapi eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu cepat sehingga sulit dicapai kadar pengobatan dalam darah.

Karena itu penggunaan obat Kuinolon lama ini terbatas sebagai antiseptik saluran kemih saja.

Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.

Golongan Kuinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. Yang termasuk golongan ini antara lain adalah Spirofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin, Lornefloksasin, Flerofloksasin dan Gatifloksasin.


Mekanisme Kerja

Pada saat perkembang biakkan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah.

Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.


Efek samping dan Interaksi obat

Golongan antibiotika Kuinolon umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya yang terpenting ialah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat.

Manifestasi pada saluran cerna,terutama berupa mual dan hilang nafsu makan, merupakan efek samping yang paling sering dijumpai.

Efek samping pada susunan syaraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo, dan insomnia.

Efek samping yang lebih berat dari Kuinolon seperti psikotik, halusinasi, depresi dan kejang jarang terjadi. Penderita berusia lanjut, khususnya dengan arteriosklerosis atau epilepsi, lebih cenderung mengalami efek samping ini.

Enoksasin menghambat metabolisme Teofilin dan dapat menyebabkan peningkatan kadar Teofilin. Siprofloksasin dan beberapa Kuinolon lainnya juga memperlihatkan efek ini walaupun tidak begitu dramatis.

Emulsi Parafin Phenolftalein

R/ Phenolftalein 180 mg

Parafin liquidum 30 ml

Tween 60 42 gr

Span 60 18 gr

Gliserin 3 gr

Metil paraben 90 mg

Vanilium 30 mg

Aquadest ad 60 ml


Indikasi

Sebagai obat pencahar antara lain seperti konstipasi yaitu kesulitan defikasi karena tinja yang mengeras, otot polos usus yang lumpuh misalnya megakolon kongenital dan gangguan refleks defekasi ( konstipasi habitual ); sedangkan obstipasi ialah kesulitan defekasi karena adanya obstruksi intral atau ekstralumen usus, misalnya pada karsinoma kolon sigmoid.



Kontraindikasi

Efek fenolftalein dapat bertahan lama karena mengalami sirkulasi enterohepatik. Sebagian besar fenolftalein diekskresikan melalui tinja. Sebagian lagi diekskresi melalui ginjal dalam bentuk metabolitnya. Pemberian dosis besar fenolftalein menyebabkan bentuk utuh ditemukan dalam urin, pada suasana alkali menyebabkan urin dan tinja berwarna merah. Ekskresi bersama ASI jumlahnya kecil sehingga tidak mempengaruhi bayi yang disusui. Fenolftalein relatif tidak toksik untuk pengobatan jangka pendek, tetapi dosis berlebihan meningkatkan kehilangan elektrolit . fenolftalein dapat menimbulkan reaksi alergi berupa erupsi, sindrom Stevens-Johnson, urtikaria dan pigmen kulit. Kadang – kadang menimbulkan albuminuria dan adanya hemoglobin bebas dalam urin.


Mekanisme

Merangsang mukosa, saraf intramural atau otot polos usus sehingga meningkatkan peristalsis dan sekresi lendir usus, meningkatlan sintesis prostaglandin dan siklik AMP, dan kerja ini meningkatkan sekresi air dan elektrolit.


Komposisi

Tiap 60 ml mengandung :

Fenolftalein …………………….. 180 mg

Parafin liquidum ………………… 30 ml


Aturan pakai

Dewasa : 3 kali sehari 1 sendok teh

Anak – anak : 2 – 3 kali sehari ½ sendok teh




ASAM MEFENAMAT

Diskripsi

Asam mefenamat merupakan obat golongan AINS yang bersifat asam lemah, memilki berat molekul 241, 29 , dengan rumus molekul C15H15NO2

Nama lain asam mefenamat : asam N-2,3-xililantranilat, mengandung tidak kurang 98, 0 % dan tidak lebih dari 102, 0 % C15H15NO2 , dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.


Indikasi

Nyeri ringan sampai sedang


Aksi

Asam mefenamat merupakan golongan obat antiinflamasi, tempat aksi utama dari antiinflamasi adalah enzim siklooksigenase ( Cox ), yang mengkatalis perubahan asam arakhidonat menjadi prostaglandin dan ednoperoksida.

Prostagladin memodulasi komponen dari inflamasi. Prostagladin juga terlibat dalam mengontrol suhu, transmitter nyeri, agregasi platetlet dan efek yang lainnya. Prostagladin ini tidak dismpan di dalam sel, tetapi disintesis dan dibebaskan sesuai dengan kebutuhan sel tubuh.

Ketika mengkonsumsi asam mefenamat kerja dari enzim siklooksigenase akan dihambat, sehingga perubahan asam arakhidonat untu menjadi prostaglandin akan terhambat sehingga nyeri yang terjadi akan berkurang.


Dosis

Oral :

Dewasa : 500mg sebagai permulaan, bersama makanan, diikuti dengan 250 mg setiap 6 jam sekali sesuai dengan keperluan, selama tidak lebih dari 1 minggu


Kontra indikasi :

- Ulserasi saluran pencernaan

- Inflmasi saluran pencernaan kronik

- Hipersensitif terhadap asam mefenamat


Perhatian :

- Diare : dapat terjadi ; hentikan segera pemakaian obat

- Penyakit ginjal atau hati : pakailah dengan hati – hati

- Inflamasi saluran pencernaan : pakailah dengan hati – hati

- Ruam kulit : dapat terjadi ; hentikan segera pemakaian obat

- Terapi bersamaan dengan antikoagulan : waktu protrombin dapat diperpanjang ; perlu sering dimonitor

- Asma : dapat kambuh secara akut


Efek samping

- Saluran syaraf pusat : mengantuk, pusing cemas, sakit kepala, gangguan penglihatan, insomnia

- Kardiovaskular : palpitasi ( jarang ), dyspnea ( jarang )

- Dermatologi : ruam kulit, urtikaria, edema fasial

- Hematologi : anemia hemolitik autoiman yang berat (pada pemakaian jangka panjang ), leucopenia, eosinofilia, trobositopenia purpura, agranulositosis, pasitopenia, hipoplasia sumsum tulang

- Ginjal : disuria, hematuria akibat toksisitas ringan

- Saluran pencernaan : mual, muntah, kembung, diare, inflamasi atau pendarahan usus, toksisitas hati ringan

- Mata : iritasi, kehilangan penglihatan warna yang reversible ( jarang )

- Lain – lain : nyeri telinga, diaphoresis, meningkatkan kebutuhan insulin pada penderita diabetic ( satu kasus )


Over Dosis

- Tanda dan gejala : mengantuk, pusing , mual, muntah, diare, ruam kulit, diskrasias darah

- Pengobatan : kosongkan lambung dengan merangsang muntah atau dengan bilas lambung diikuti dengan activated charcoal. Beri pengobatan simptomatis dan berikan tindakan suportif, sesuai dengan indikasinya


Interaksi Obat

- Antikoagulansia oral : meningkatkan risiko pendarahan

- Insulin : menurunkan efek hipoglikemik

- Aspirin dan salisilat lainnya, kortikosteroid, indometasin, fenilbutazon, oksifenbutazon : meningkatkan ulserasi saluran pencernaan