Senin, 20 April 2009

VAKSIN

Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar), adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau "liar".

Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker).

Menumbuhkan kekebalan
Sistem kekebalan mengenali partikel vaksin sebagai agen asing, menghancurkannya, dan "mengingat"-nya. Ketika di kemudian hari agen yang virulen menginfeksi tubuh, sistem kekebalan telah siap:

Menetralkan bahannya sebelum bisa memasuki sel; dan
Mengenali dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum agen ini dapat berbiak.
Vaksin yang dilemahkan digunakan untuk melawan tuberkulosis, rabies, dan cacar; agen yang telah mati digunakan untuk mengatasi kolera dan tifus; toksoid digunakan untuk melawan difteri dan tetanus.

Meskipun vaksin sejauh ini tidak virulen sebagaimana agen "sebenarnya", bisa menimbulkan efek samping yang merugikan, dan harus diperkuat dengan vaksinasi ulang beberapa tiap tahun. Suatu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan vaksinasi DNA. DNA yang menyandi suatu bagian virus atau bakteri yang dapat dikenali oleh sistem kekebalan dimasukkan dan diekspresikan dalam sel manusia/hewan. Sel-sel ini selanjutnya menghasilkan toksoid agen penginfeksi, tanpa pengaruh berbahaya lainnya. Pada tahun 2003, vaksinasi DNA masih dalam percobaan, namun menunjukkan hasil yang menjanjikan.


Pemberantasan penyakit
Berbagai penyakit seperti polio telah dapat dikendalikan di negara-negara maju melalui penggunaan vaksin secara massal (malah, cacar telah berhasil dimusnahkan, sedangkan rubella dilaporkan telah musnah dari AS).

Sepanjang mayoritas masyarakat telah diimunisasi, penyakit infeksi akan sulit mewabah. Pengaruh ini disebut herd immunity. Beberapa kalangan, terutama yang melakukan praktik pengobatan alternatif, menolak untuk mengimunisasi dirinya atau keluarganya, berdasarkan keyakinan bahwa efek samping vaksin merugikan mereka. Para pendukung vaksinasi rutin menjawab dengan mengatakan bahwa efek samping vaksin yang telah berizin, jika ada, jauh lebih kecil dibandingkan dengan akibat infeksi penyakit, atau sangat jarang, dan beranggapan bahwa hitungan untung/rugi haruslah berdasarkan keuntungan terhadap kemanusiaan secara keseluruhan, bukan hanya keuntungan pribadi yang diimunisasi. Resiko utama rubella, misalnya, adalah terhadap janin wanita hamil, tapi resiko ini dapat secara efektif dikurangi dengan imunisasi anak-anak agar tidak menular kepada wanita hamil.

ANTIBIOTIK

Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup.

Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun seperti strychnine, antibiotika dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik penyakit tanpa melukai tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya, dan Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotika yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.

Antibiotika oral (yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotika intravena (melalui infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotika kadangkala dapat digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.

Riwayat singkat penemuan antibiotika modern
Penemuan antibiotika terjadi secara 'tidak sengaja' ketika Alexander Fleming, pada tahun 1928, lupa membersihkan sediaan bakteri pada cawan petri dan meninggalkannya di rak cuci sepanjang akhir pekan. Pada hari Senin, ketika cawan petri tersebut akan dibersihkan, ia melihat sebagian kapang telah tumbuh di media dan bagian di sekitar kapang 'bersih' dari bakteri yang sebelumnya memenuhi media. Karena tertarik dengan kenyataan ini, ia melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kapang tersebut, yang ternyata adalah Penicillium chrysogenum syn. P. notatum (kapang berwarna biru muda ini mudah ditemukan pada roti yang dibiarkan lembab beberapa hari). Ia lalu mendapat hasil positif dalam pengujian pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya. Dari ekstrak itu ia diakui menemukan antibiotik alami pertama: penicillin G.

Penemuan efek antibakteri dari Penicillium sebelumnya sudah diketahui oleh peneliti-peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada akhir abad ke-19 namun hasilnya tidak diakui oleh lembaganya sendiri dan tidak dipublikasi.

Macam-macam antibiotika
Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika[1] dilihat dari target atau sasaran kerjanya(nama contoh diberikan menurut ejaan Inggris karena belum semua nama diindonesiakan atau diragukan pengindonesiaannya):

1. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penicillin, Polypeptide 3. dan Cephalosporin, misalnya ampicillin, penicillin G;
2. Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid;
4. Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, tetracycline, oxytetracycline;
5. Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin;
6. Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya oligomycin, tunicamycin; dan
7. Antimetabolit, misalnya azaserine.

Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik and antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.

Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin

Asal kata
Kata asetaminofen dan parasetamol berasal dari singkatan nama kimia bahan tersebut:

Versi Amerika N-asetil-para-aminofenol asetominofen
Versi Inggris para-asetil-amino-fenol parasetamol

Sejarah
Sebelum penemuan asetaminofen, kulit sinkona digunakan sebagai agen antipiretik, selain digunakan untuk menghasilkan obat antimalaria, kina.

Karena pohon sinkona semakin berkurang pada 1880-an, sumber alternatif mulai dicari. Terdapat dua agen antipiretik yang dibuat pada 1880-an; asetanilida pada 1886 dan fenasetin pada 1887. Pada masa ini, parasetamol telah disintesis oleh Harmon Northrop Morse melalui pengurangan p-nitrofenol bersama timah dalam asam asetat gletser. Biarpun proses ini telah dijumpai pada tahun 1873, paraetamol tidak digunakan dalam bidang pengobatan hingga dua dekade setelahnya. Pada 1893, parasetamol telah ditemui di dalam air kencing seseorang yang mengambil fenasetin, yang memekat kepada hablur campuran berwarna putih dan berasa pahit. Pada tahun 1899, parasetamol dijumpai sebagai metabolit asetanilida. Namun penemuan ini tidak dipedulikan pada saat itu.

Pada 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-obatan Sedatif telah memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan agen analgesik. Bernard Brodie dan Julius Axelrod telah ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan dengan adanya methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak berbahaya. Di dalam tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan asetanilida dengan methemoglobinemia dan mendapati pengaruh analgesik asetanilida adalah disebabkan metabolit parasetamol aktif. Mereka membela penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak menghasilkan racun asetanilida.

Universitas Islam Indonesia

Universitas Islam Indonesia adalah sebuah perguruan tinggi swasta yang terdapat di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.


Sejarah
Universitas Islam Indonesia didirikan pada tanggal 27 Rajab 1364 H atau bertepatan dengan 8 Juli 1945 (40 hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Indonesia), dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI) di Jakarta. STI adalah cita-cita luhur tokoh-tokoh nasional Indonesia yang melihat kenyataan bahwa ketika itu pendidikan tinggi yang ada adalah milik Belanda (Technische Hoogeschool atau Institut Teknologi Bandung kini, Recht Hoogeschool di Jakarta dan Sekolah Tinggi Pertanian di Bogor (Institut Pertanian Bogor sekarang). STI lahir untuk menjadi bukti adanya kesadaran berpendidikan pada masyarakat pribumi.

Dibidani oleh tokoh-tokoh nasional seperti Dr. Mohammad Hatta (Proklamator dan mantan Wakil Presiden RI), Moh. Natsir, Prof. KHA. Muzakkir, Mohamad Roem, KH. Wahid Hasjim, dll, menjadikan STI sebagai basis pengembangan pendidikan yang bercorak nasional dan Islamis serta menjadi tumpuan harapan seluruh anak bangsa.

Seiring hijrahnya ibukota Republik Indonesia ke Yogyakarta, maka STI pun hijrah dan diresmikan kembali oleh Presiden Soekarno pada tanggal 27 Rajab 1365 H atau bertepatan dengan tanggal 10 April 1946 bertempat di Dalem Pangulon Yogyakarta. Untuk peningkatan peran dalam perjuangan, maka STI yang kala itu menjadi satu-satunya perguruan tinggi Islam, diubah menjadi universitas dengan nama University Islam Indonesia atau sekarang Universitas Islam Indonesia (Islamic University of Indonesia, Al Jamiah Islamiyah Al Indonesiyah) pada tahun 1947.

Realisasi perubahan STI menjadi UII didahului pembukaan kelas pendahuluan (semacam pra universitas) yang diresmikan pada bulan Maret 1948 di Pendopo nDalem Purbojo, Ngasem Yogyakarta. Sedangkan pembukaan UII (menggantikan STI) secara resmi diselenggarakan pada tanggal 27 Rajab 1367 H (bertepatan dengan tanggal 4 Juni 1948) bertempat di nDalem Kepatihan Yogyakarta dan mendapat kunjungan dari para menteri serta pejabat sipil dan militer lainnya.

Dengan demikian, pada tanggal 27 Rajab (4 Juni 1948) hadirlah University Islam Indonesia yang merupakan wajah baru STI dan telah resmi beroperasi sejak tiga tahun sebelumnya di Negara Republik Indonesia. Pada saat diresmikan UII membuka empat Fakultas, yaitu: Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Pendidikan, dan Fakultas Agama.

UII sebagai universitas swasta tertua di Indonesia, kemudian berkembang sangat pesat dengan lebih 22 fakultas cabang, tersebar diseluruh Indonesia (Surakarta, Madiun, Purwokerto, Gorontalo, Bangil, Cirebon dan Klaten) dengan pusatnya di Yogyakarta.

Namun seiring dengan kebijaksanaan pemerintah bahwa cabang universitas harus ditiadakan, maka cabang-cabang ini kemudian tumbuh sebagai perguruan tinggi baru (baik negeri ataupun swasta) atau tergabung dengan perguruan tinggi negeri yang telah ada. Jadi secara tidak langsung UII mendorong tumbuh dan berkembangnya perguruan-perguruan tinggi di berbagai kota di Indonesia dan UII secara nyata menjadi bagian dari sejarah pendidikan nasional itu sendiri.

Satu misi sederhana dalam kata namun berat, sangat berat, bahkan dalam kenyataannya yang teremban dalam perjalanan sejarah ini adalah mewujudkan kata-kata Bung Hatta dalam pidato peresmian UII kala itu: "Di Sekolah Tinggi Islam ini akan bertemu agama (religion) dengan ilmu (science) dalam kerjasama yang baik untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat.