Jumat, 31 Oktober 2008

ITP Coz Obat

ITP coz PAIgG

Idiopatik trombositopenia purpura (ITP)

I.PENDAHULUAN
Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) merupakan suatu kelainan yang berupa gangguan autoimun yang mengakibatkan trombositopenia oleh karena adanya penghancuran trombosit secara dini dalam sistem retikuloendotel akibat adanya autoantibody terhadap trombosit yang biasanya berasal dari Immunoglobulin G.
Adanya trombositopenia pada ITP ini akan megakibatkan gangguan pada sistem hemostasis karena trombosit bersama dengan sistem vaskular faktor koagulasi darah terlibat secara bersamaan dalam mempertahankan hemostasis normal. Manifestasi klinis ITP sangat bervariasi mulai dari manifestasi perdarahan ringan , sedang, sampai dapat mengakibatkan kejadian-kejadian yang fatal. Kadang juga asimptomatik. Oleh karena merupakan suatu penyakit autoimun maka kortikosteroid merupakan pilihan konvensional dalam pengobatan ITP. Pengobatan akan sangat ditentukan oleh keberhasilan mengatasi penyakit yang mendasari ITP sehingga tidak mengakibatkan keterlambatan penanganan akibat pendarahan fatal., atau pun penanganan-penangan pasien yang gagal atau relaps.

II.DEFINISI
Idiopatik trombositopeni purpura adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari 15.000/μL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit menyebabkan destruksi prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa. Atau dapat diartikan bahwa idiopatik trombositopeni purpura adalah kondisi perdarahan dimana darah tidak keluar dengan semestinya. Terjadi karena jumlah platelet atau trombosit rendah. Sirkulasi platelet melalui pembuluh darah dan membantu penghentian perdarahan dengan cara menggumpal. Idiopatik sendiri berarti bahawa penyebab penyakit tidak diketahui. Trombositopeni adalah jumlah trombosit dalam darah berada dibawah normal. Purpura adalah memar kebiruan disebabkan oleh pendarahan dibawah kulit. Memar menunjukkan bahwa telah terjadi pendarahan di pembuluh darah kecil dibawah kulit. 

Trombosit berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2-4µm. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam sumsum tulang yang memecah menjadi trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki kapiler darah, khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Tiap megakariosit menghasilkan kurang lebih 4000 trombosit (Ilmu Penyakit Dalam Jilid II). Megakariosit tidak meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi normal trombosit ialah antara 150.000 sampai 350.000 per mikroliter. Volume rata-ratanya 5-8fl. Dalam keadaan normal, sepertiga dari jumlah trombosit itu ada di limpa.
Jumlah trombosit dalam keadaan normal di darah tepi selalu kurang lebih konstan. Hal ini disebabkan mekanisme kontrol oleh bahan humoral yang disebut trombopoietin. Bila jumlah trombosit menurun, tubuh akan mengeluarkan trombopoietin lebih banyak yang merangsang trombopoiesis. Di dalam sitoplasma trombosit terdapat faktor-faktor aktif seperti :
(1) molekul akin dan miosin, sama seperti yang terdapat dalam sel-sel otot, juga protein kontraktil lainnya, yaitu tromboplastin, yang dapat menyebabkan trombosit berkontraksi; 
(2) sisa-sisa retikulum endoplasma dan aparatus golgi yang mensintesis berbagai enzim dan menyimpan sejumlah besar ion kalsium; 
(3) mitokondria dan sistem enzim yang mampu membentuk adenosin trifosfat dan adenosin difosfat (ADP); 
(4) sistem enzim yang mensintesis prostaglandin, yang merupakan hormon setempat yang menyebabkan berbagai jenis reaksi pembuluh darah dan reaksi jaringan setempat lainnya; 
(5) suatu protein penting yang disebut faktor stabilisasi fibrin; 
(6) faktor pertumbuhan yang dapat menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel endotel pembuluh darah, sel otot polos pembuluh darah, dan fibroblas, sehingga dapat menimbulkan pertumbuhan sel-sel untuk memperbaiki dinding pembuluh yang rusak.
Pada permukaan membran sel trombosit terdapat glikoprotein yang menyebabkan trombosit dapat menghindari pelekatan pada endotel normal dan justru melekat pada dinding pembuluh yang terluka, terutama pada sel-sel endotel yang rusak, dan bahkan melekat pada jaringan kolagen yang terbuka di bagian dalam pembuluh. Membran juga mengandung banyak fosfolipid yang berperan dalam mengaktifkan berbagai hal dalam proses pembekuan darah.
Masa hidup trombosit 8 sampai 12 hari, setelah itu proses kehidupannya berakhir. Trombosit itu kemudian diambil dari sirkulasi, terutama oleh sitem makrofag jaringan; lebih dari separuh trombosit diambil oleh makrofag dalam limpa.
Penyebab dari kekurangan trombosit tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubauh menghasilkan antibodi yang menyerang trombositnya sendiri. Meskipun pembentukan trombosit di sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang ada tetap dapat memenuhi kebutuhan tubuh.
Pada sebagian besar kasus, diduga bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh. Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri. Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. 

III.ETIOLOGI
Penyebab pasti belum diketahui. Kemungkinan akibat hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau obat ( lampiran Gambar 1 ) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan (misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun.
Berdasarkan etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan awitan penyakit dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa). 

IV.PATOFISIOLOGI
Idiopatik trombositopenia purpura (ITP) terjadi bila trombosit mengalami destruksi secara prematur sebagai hasil dari deposisi autoantibody atau kompleks imun dalam membran system retikuloendotel limpa dan umumnya di hati .

V.GEJALA DAN TANDA
Bintik-bintik merah pada kulit (terutama di daerah kaki), seringnya bergerombol dan menyerupai rash. Bintik tersebut ,dikenal dengan petechiae, disebabkan karena adanya pendarahan dibawah kulit .
Memar atau daerah kebiruan pada kulit atau membran mukosa (seperti di bawah mulut) disebabkan pendarahan di bawah kulit. Memar tersebut mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas ( lampiran Gambar 5 ). Memar tipe ini disebut dengan purpura. Pendarahan yang lebih sering dapat membentuk massa tiga-dimensi yang disebut hematoma.
Hidung mengeluarkan darah atau pendarahan pada gusi
Ada darah pada urin dan feses
Beberapa macam pendarahan yang sukar dihentikan dapat menjadi tanda ITP. Termasuk menstruasi yang berkepanjangan pada wanita. Pendarahan pada otak jarang terjadi, dan gejala pendarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit. Jumlah platelet yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue (kelelahan), sulit berkonsentrasi, atau gejala yang lain. 

VI.TERAPI
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga mencegah terjadinya pendarahan mayor. Selain itu, terapi ITP didasarkan pada berapa banyak dan seberapa sering pasien mengalami pendarahan dan jumlah platelet. Terapi untuk anak-anak dan dewasa hampir sama. Kortikosteroid (ex: prednison) sering digunakan untuk terapi ITP. kortikosteroid meningkatkan jumlah platelet dalam darah dengan cara menurunkan aktivitas sistem imun. Imunoglobulin dan anti-Rh imunoglobulin D. Pasien yang mengalami pendarahan parah membutuhkan transfusi platelet dan dirawat dirumah sakit .

Terapi awal ITP (standar) :
Prednison
Terapi awal prednisoon atau prednison dosis 0,5-1,2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. respon terapi prednison terjadi dalam 2 minggu dan pada umumnya terjadi dalam minngu pertama, bila respon baik dilanjutkan sampai 1 bulan, kemudian tapering.
Imunoglobulin intravena (IgIV)
Imunoglobulin intravena dosis 1g/kg/hr selam 2-3 hari berturut-turutndigunakan bila terjadi pendarahan internal, saat AT(antibodi trombosit) <5000/ml meskipun telah mendapat terapi kortikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif. Pendekatan terapi konvensional lini kedua, untuk pasien yang dengan terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan terapi yang dapat digunakan . Luasnya variasi terapi lini kedua menggambarkan relatif kurangnya efikasi dan terapi bersifat individual.
1.Steroid dosis tinggi
Terapi pasien ITP refrakter selain prednisolon dapat digunakan deksametason oral dosis tinggi. Deksametason 40 mg/hr selama 4minggu, diulang setiap 28 hari untuk 6 siklus.
2.Metiprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pd ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Dari hasil penelitian menggunakan dosis tinggi metiprednisolon 3o mg/kg iv kemudian dosis diturunkan tiap 3 hr samapi 1 mg/kg sekai sehari.
3.IgIV dosis tinggi
Imunoglobulin iv dosis tinggi 1 mg/kg/hr selama 2 hari berturut-turut, sering dikombinasi dengan kortikosteroid, akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping, terutama sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermiten atau disubtitusi dengan anti-D iv
4.Anti-D iv
Dosis anti-D 50-75 mg/ka/hr IV. Mekanisme kerja anti-D yakni destruksi sel darah merah rhesus D-positif yang secara khusus diberikan oleh RES terutama di lien, jadi bersaingdengan autoantibodi yang menyelimuti trombosit melalui Fc reseptor blockade.
5.Alkaloid vinka
Misalnya vinkristin 1 mg atau 2 mg iv, vinblastin 5-10 mg, setiap minggu selama 4-6 minggu.
6.Danazol
Dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat. Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangnya hr 1 tahun dan kemudian diturunkan 200mg/hr setiap 4 bulan.
7.Immunosupresif dan kemoterapi kombinasi
Imunosupresif diperlukan pada pasien yang gagal beresponsdengan terapi lainya. Terapi dengan azatioprin (2 mg kg max 150 mg/hr) atau siklofosfamiddenga sebagai obat tunggal dapat dipertimbangkan dan responya bertandng tertahan sampai 5%.
8.Dapsone 
Dosis 75 mg p.o per hari, respon terjadi dalam 2 bulan. Pasien harus diperiksa G6PD, karena pasien dengan kabar G6PD yang rendah mempunyai risiko hemolisis yang serius.

VII.PENCEGAHAN

Idiopatik Trombositopeni Purpura (ITP) tidak dapat dicegah, tetapi dapat dicegah komplikasinya.

Menghindari obat-obatan seperti aspirin atau ibuprofen yang dapat mempengaruhi platelet dan meningkatkan risiko pendarahan.

Lindungi dari luka yang dapat menyebabkan memar atau pendarahan

Lakukan terapi yang benar untuk infeksi yang mungkin dapat berkembang. Konsultasi ke dokter jika ada beberapa gejala infeksi, seperti demam. Hal ini penting bagi pasien dewasa dan anak-anak dengan ITP yang sudah tidak memiliki limfa.


DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A Newma, 2006, Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29, EGC : Jakarta

Guyton, 1997, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran , Edisi 9, EGC: Jakarta 

Mansjoer, Arif, et all, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi kedua, Jilid kedua, FK-UI, Jakarta 

Medicineworl, 2008, Drugs causing thrombocytopenia or low platelet count, (Online), (http://medicineworld.org/physicians/hematology/thrombocytopenia.html, diakses tanggal 21 September 2008)

Setiabudy, Rahajunigsih D, 2007, Hemostatis dan Trombosis Edisi 3, Balai Penerbit FK UI : Jakarta

Waspadji, Sarwono ,Soeparman, 1996, Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Balai Penerbit FK UI : Jakarta

HIPERTIROID

Hipertiroid merupakan overfungsional kelenjar tiroid. Dengan kata lain hipertiroid terjadi karena adanya peningkatan hormon tiroid dalam darah dan biasanya berkaitan dengan keadaan klinis tirotoksikosis. Sementara menurut Martin A Walter hipertiroid adalah kondisi umum yang berkaitan dengan meningkatnya morbiditas dan mortalitas, khususnya yang disebabkan oleh komplikasi kardiovaskuler. Sebagian besar disebabkan oleh penyakit graves, dengan nodul toksik soliter dan goiter multinodular toksik menjadi bagian pentingnya walaupun dengan frekuensi yang sedikit. Namun penyakit graves dan goiter nodular merupakan penyebabnya yang paling umum. Pada penderitanya biasanya terlihat adanya pembesaran kelenjar gondok didaerah leher. Komplikasi hipertiroid pada mereka yang berusia lanjut dapat mengancam jiwa sehingga apabila gejalanya berat harus segera dirawat di rumah sakit.  
Lebih dari 90% kasus hipertiroid adalah akibat penyakit graves dan nodul tiroid toksik. Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang tidak diketahui penyebabnya. Namun karena perbandingan penyakit graves pada monozygotic twins lebih besar dibandingkan pada dizygotic twins, sudah dipastikan bahwa faktor lingkunganlah yang berperan dalam hal ini.

Sabtu, 18 Oktober 2008

Teh Hitam Untuk Jantung, Teh Hijau Untuk Sehatkan Otak

Daun teh yang telah dipetik dari pohonnya akan diproses dengan cara yang berbeda-beda. Perbedaan proses pengolahan tersebut akan menyebabkan perbedaan yang nyata dalam warna maupun rasa teh yang diseduh. Sehingga dari sini bisa dilihat mana yang aman dikonsumsi dilihat dari parameter kehalalannya.

Teh hitam berwarna hitam kecoklatan yang dihasilkan melalui proses fermentasi. Sedangkan teh hijau berwarna hijau dan dihasilkan melalui proses pengukusan cepat untuk menghambat terjadinya fermentasi yang menyebabkan perubahan warna pada daun. Teh oolong agak menyerupai teh hitam dan teh hijau, yakni teh yang setengah difermentasi atau fermentasinya dihentikan sebelum prosesnya berlangsung sempurna. Teh tersebut berwarna coklat kehijau-hijauan dengan cita rasa yang lebih "kaya" dari teh hijau, tapi lebih "lembut" dari teh hitam.
Teh mengandung mikro elemen (terutama fluor dan vitamin K) serta fitokimia (khususnya polifenol flavonoid) yang berkhasiat sebagai antioksidan.Teh juga mengandung asam-asam amino, terutama teanin yang dapat meningkatkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi. Walaupun terbukti bahwa teh melindungi dari kanker yang diinduksi secara kimia pada hewan percobaan, namun belum jelas apakah konsumsi teh dapat menurunkan risiko kanker pada manusia. Sejumlah studi lain menunjukkan bahwa konsumsi teh dapat meningkatkan kepadatan tulang, mengurangi risiko batu ginjal dan kerusakan gigi.

Cukup banyak penelitian epidemiologis yang menguji kaitan antara minum teh dan risiko penyakit kardiovaskuler (penyakit jantung dan pembuluh darah). Diketahui bahwa mereka yang minum tiga cangkir teh sehari memiliki risiko infark otot jantung yang lebih rendah daripada mereka yang tidak mengonsumsi teh. Selain itu, risiko adanya penyakit pada pembuluh darah secara signifikan juga lebih rendah pada kelompok wanita yang minum teh hitam empat cangkir setiap hari

Studi terbaru yang dilaporkan dalam American Journal of Clinical Nutrition menyatakan bahwa teh hijau dapat membantu mengurangi risiko terjadinya demensia (kemunduran fungsi berpikir atau daya ingat). Penelitian itu dilakukan terhadap 1.003 orang Jepang berumur lebih dari 70 tahun dan menemukan bahwa mereka yang minum teh hijau dua cangkir (200 ml) atau lebih setiap hari mengalami kemunduran fungsi berpikir yang lebih sedikit dibandingkan mereka yang mengonsumsi teh hijau dalam jumlah kecil. Hal tersebut diduga karena adanya kandungan polifenol dalam teh hijau, khususnya EGCG.

Riset sebelumnya pernah menunjukkan bahwa teh dan polifenol teh dapat berperan untuk melindungi saraf dan membantu memperbaiki penyakit-penyakit kemunduran saraf, seperti penyakit Alzheimer dan Parkinson. Selain berkhasiat sebagai antioksidan, EGCG mempunyai efek melindungi saraf dengan cara meningkatkan aktivitas pertumbuhan neurit.
Kadar flavonoid dalam teh oolong biasanya lebih rendah (5-13 mg/l) daripada kandungan flavonoid teh hitam. Adapun jumlah flavonoid yang dijumpai pada seduhan teh hijau sebanding dengan kadar flavonoid dalam teh hitam.

Meskipun memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, namun konsumsi teh yang kental dan terlalu banyak bisa menimbulkan masalah, terutama untuk mereka yang konsumsi zat besinya rendah. Hal itu disebabkan tanin yang terkandung dalam teh dapat mengganggu penyerapan zat besi di dalam tubuh. Zat besi berikatan dengan tanin membentuk ikatan kompleks yang tidak larut pada sistem pencernaan makanan. Akibatnya, zat besi tidak dapat diserap oleh tubuh dan akan dikeluarkan melalui feses yang akhirnya menimbulkan anemia karena kurang zat besi.
Sumber : American Journal of Clinical Nutrition.

Sabtu, 13 September 2008

PREVALENSI STROKE PADA DIEBETES MELITUS

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang ditandai hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak & protein terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya. Dalam keadaan normal, kira – kira 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira – kira 30 – 40% diubah menjdai lemak. Pada diabetes militus semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan lemak (Ganiswarna, 1995, Farmakologi Dan Terapi, Fakultas Kedokteran UI: Jakarta, 471).

Stroke merupakan salah satu penyabavb kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat. Stroke adalah sindrome klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata – mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik. Bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam ( kebanyakan 10 – 20 menit ), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai serangan iskemia otak sepintas ( transient ischaemia attack = TIA ) (Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI: Jakarta, 17)

Faktor risiko dari stroke adalah :

  • Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.

  • Yang dapat diubah : hipertensi, diabetes melitus, merokok, penyalah gunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia dan dislipidemia (Mansjoer, Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI: Jakarta, 18)

Berikut ini pernyataan yang diambil dari beberapa jurnal mengenai prevalensi stroke pada diabetes melitus :

  • Zargar ( 1997 ) menunjukkan fakta bahwa diabetes yang telah lama dialami akan menambah faktor resiko stroke. Dari hasil penelitian 60,60% pasien DM dengan stroke dialami pada seseorang yang obesitas. Ada beberapa fakta dari literatur menyatakan obesitas bukan merupakan faktor resiko utama faktor resiko terjadi stroke pada pasien diabetes. Tetapi, penurunan faktor resiko stroke pada pasien diabetes mungkin tidak berhubungan langsung dengan obesitas, namun melalui penurunan dari atherosclerosis, yang merupakan salahsatu faktor resiko stroke.

  • Antonios ( 2005 ) dari penelitian Copenhagen Stroke dimana 75% pasien diabetes diketahui mengalami DM terlebih dahulu baru mengalami stroke, padahal 25% DM didiagnosis pada pasien yang rawat inap rumah sakit dengan penyakit stroke. Sejak diabetes diketahui mampu menaikkan resiko atherosclerosis, hal itu terlihat bahwa DM menjadi faktor resiko yang paling essensial pada sistem vaskular khususnya stroke iskemik. Pasien dengan DM – stroke memiliki resiko kematian lebih tinggi daripada pasien stroke tanpa DM.

  • Bener ( 2005 ) menyatakan 46,4% pasien DM ditemukan pada pasien yang mengalami stroke. Hasil penelitian lain dari Barrett – Connor et al menyatakan DM merupakan faktor resiko tersering untuk stroke. Dari penelitian Bener terlihat pasien hipertensi dengan DM memiliki faktor resiko mengalami stroke.

  • Hamidon ( 2003 ) menunjukkan tingkat kejadian pasien DM dengan stroke yang ada si rumah sakit sekitar 55,2%, hal ini sangat tinggi daripada hasil penelitian yang lain ( 13% dan 36% ).

  • Davis ( 1999 ) menunjukkan resiko stroke menurun pada 4 kategori usia dimana pasien yang tua ( > 60 tahun ) diagnosis hampir 5 kali ( untuk mengetahui resiko ) daripada pasien yang lebih muda ( <>

Dari pernyataan diatas terlihat tingkat kejadian stroke pada diabetes melitus cukup tinggi maka kita harus dapat menurunkan faktor reiko yang masih dapat diubah, seperti diabetes melitus ( hiperglikemi ) berarti kadar gula darah yang meningkat dengan menjaga gaya hidup ( pola makan ). Prinsip dasar terapi diabetes melitus seperti :

  1. Penyuluhan

  2. Latihan

  3. Pengaturan makan

  4. Obat Hipoglikemik

1. Insulin secretagogue

a. Sulfonilurea : - glibenclamide

- gliclazide

- glipizide

- glimepiride

b. Meglitinide: repaglinide & nateglinide

2. Biguanide : - Metformin

3. AGI (a-glukosidase inhibitor): acarbose

4. Insulin sensitizer : Thiazolidinedione

* pioglitazone (Actos)

  1. Cangkok Pankreas


Edukasi

  • Perjalanan penyakit DM

  • Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

  • Penyulit DM dan risikonya

  • Intervensi farmakologis dan nonfarmakologis serta target perawatannya

  • Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat antidiabetik atau insulin serta obat lain

  • Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri

  • Mengatasi sementara keadaan gawat seperti rasa sakit atau hipoglikemi

  • Pentingnya latihan jasmani teratur

  • Masalah khusus yang dihadapi misalnya hiperglikemia pada kehamilan

  • Pentingnya perawatan diri

  • Cara menggunakan fasilitas perawatan kesehat




Quinolones

Asam Nalidiksat adalah prototip antibiotika golongan Kuinolon lama yang dipasarkan sekitar tahun 1960. Walaupun obat ini mempunyai daya antibakteri yang baik terhadap kuman gram negatif, tetapi eliminasinya melalui urin berlangsung terlalu cepat sehingga sulit dicapai kadar pengobatan dalam darah.

Karena itu penggunaan obat Kuinolon lama ini terbatas sebagai antiseptik saluran kemih saja.

Pada awal tahun 1980, diperkenalkan golongan Kuinolon baru dengan atom Fluor pada cincin Kuinolon ( karena itu dinamakan juga Fluorokuinolon). Perubahan struktur ini secara dramatis meningkatkan daya bakterinya, memperlebar spektrum antibakteri, memperbaiki penyerapannya di saluran cerna, serta memperpanjang masa kerja obat.

Golongan Kuinolon ini digunakan untuk infeksi sistemik. Yang termasuk golongan ini antara lain adalah Spirofloksasin, Ofloksasin, Moksifloksasin, Levofloksasin, Pefloksasin, Norfloksasin, Sparfloksasin, Lornefloksasin, Flerofloksasin dan Gatifloksasin.


Mekanisme Kerja

Pada saat perkembang biakkan kuman ada yang namanya replikasi dan transkripsi dimana terjadi pemisahan double helix dari DNA kuman menjadi 2 utas DNA. Pemisahan ini akan selalu menyebabkan puntiran berlebihan pada double helix DNA sebelum titik pisah.

Hambatan mekanik ini dapat diatasi kuman dengan bantuan enzim DNA girase. Peranan antibiotika golongan Kuinolon menghambat kerja enzim DNA girase pada kuman dan bersifat bakterisidal, sehingga kuman mati.


Efek samping dan Interaksi obat

Golongan antibiotika Kuinolon umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya yang terpenting ialah pada saluran cerna dan susunan saraf pusat.

Manifestasi pada saluran cerna,terutama berupa mual dan hilang nafsu makan, merupakan efek samping yang paling sering dijumpai.

Efek samping pada susunan syaraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo, dan insomnia.

Efek samping yang lebih berat dari Kuinolon seperti psikotik, halusinasi, depresi dan kejang jarang terjadi. Penderita berusia lanjut, khususnya dengan arteriosklerosis atau epilepsi, lebih cenderung mengalami efek samping ini.

Enoksasin menghambat metabolisme Teofilin dan dapat menyebabkan peningkatan kadar Teofilin. Siprofloksasin dan beberapa Kuinolon lainnya juga memperlihatkan efek ini walaupun tidak begitu dramatis.