Selasa, 01 September 2009

Bioautografi

Bioautografi merupakan suatu metode yang spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri, antifungi, dan anti viral. Bioautografi juga merupakan suatu metode yang cepat untuk mendeteksi antibiotik yang belum diketahui yang mana metode kimia atau fisika yang terbatas untuk substansi yang murni. Sementara deteksi kimia reaksi warna hanya spesifik digunakan sebagai pembanding hasil bioautografi sehingga kedua meode tersebut saling melengkapi ( Stahl, 1965 ).
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan uji bioautografi antara lain :
1.Sterilisasi alat dan proses pengerjaannya
2.Ada media yang cocok untuk menumbuhkan mikroba uji
3.Ada mikroba uji yang digunakan untuk menguji aktivitas antibakteri senyawa uji
4.Senyawa yang akan dianalisis diduga memiliki aktivitas membunuh atau menghambat bakteri ( Wagmon & Wenstein, 1983 ).
Bioautografi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1.Plate Kromatografi hasil KLT diletakkan di atas permukaan media agar dalam petri yang telah dihokulasi bakteri yang sensitive terhadap antibiotik uji, kemudian diinkubasi 37˚C selama 15 – 20 jam.
2.Menggunakan kertas saring yang diletakkan di antara plat kromatografi dengan permukaan media berinkolum bakteri.
3.Menumbuhkan tetradium ke dalam lapisan media agar atau pada tempat tumbuh bakteri setelah diinkubasi dan didiamkan beberapa waktu. Zona hambat akan berwarna merah ( Zweig & Whitaker, 1971 ).
Ada 3 metode bioautografi :
•Bioautografi langsung / direct : mikroorganisme tumbuh secara langsung di atas lempeng KLT
•Bioautografi kontak / contact : senyawa dipindahkan dari lempeng KLT ke medium
•Bioautografi pencelupan / overlay : medium agar yang telah diinokulasikan dengan mikroorganisme dituang di atas lempeng KLT ( Mulyaningsih, 2004 )
Deteksi dari antibiotik yang dikembangkan diatas kromatogram menggunakan deteksi kimia sulit dilakukan karena secara kimiawi atibiotik sangat beraneka ragam. Dengan demikian dapat digunakan sebuah metode biologis untuk mendeteksi antibiotik, yang menempatkan kromatogram yang telah dikembangkan pada sebuah medium agar yang telah ditanami mikroorganisme uji yang sesuai. Antibiotik akan berdifusi dari kromatogram ke dalam agar nutrient. Setelah dilakukan inkubasi, zona jernih pada agar memiliki penghambatan dari pertumbuhan organisme uji menunjukkan posisi antibiotik pada kromatogram ( tyler et al, 1988 ).
Dalam prateknya, kromatogram diletakkan pada permukaan media agar di dalam petri dish yang telah diinokulasi selama 15 – 20 jam pada temperatur 37˚C akan tampak zona yang jernih pada lapisan tersebut dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme ( Zweig & Whitaker, 1971 ).
Diantara berbagai teknik kromatografi, Kromatografi Lapis Tipis adalah yang paling cocok untuk analisis metode ini hanya memerlukan waktu yang singkat untuk menyelesaikan analisis dan memerlukan jumlah cuplikan sedikit. Selain itu, kebutuhan ruang minimum dan penanganannya sederhana ( Stahl, 1985 ).

ALKALOID

Adalah senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik
Ciri :
- Mempunyai rasa yang pahit
- Umumnya bersifat racun
- Bersifat basa
- Membentuk garam yang larut dalam air
- Tidak berwarna
- Bersifat optik aktif
- Kebanyakan berbentuk kristal, sedikit yan berbentuk cairan (spt nikotin)
Pereaksi uji alkaloid :
- Pereaksi Dragendorff (kaliumtetraiodobismutat)
- Pereaksi Mayer (kaliumtetraiodomerkurat)
- Pereaksi Wagner (iodium dalam kalium iodida)
- Pereaksi Marquis (formaldehida dalam asam sulfat)
Isolasi alkaloid :
Menurut Hultin dan Torssell (1965)
- Ekstraksi pendahuluan jaringan kering dengan metanol.
- Larutan air dari bagian yang larut dalam asam dalam fraksi metanol dibasakan
dengan NH4OH pekat
- Diektraksi dengan kloroform-etanol

DNA

Asam amino : merupakan unit pembangun dari protein. Aa trdri dri 20 jnis. Protein tbntuk dri rangkaian aa yg tikat oleh ikatan peptide.
Protein : merupkn polimer asam2 amino tg mempunyai bmcam2 f/. F/ prot : sebgi katalisator, sbg pengangkut, sbg kmponen system kekeblan tubuh, pengatr ekspresi genetk, penerus impuls saraf.
Asam nukleat : mrpkn suatu polimer nukleotida yg bperan dlm penyimpanan serta pemindahan informasi genetic. Satu basa yg tikat olh satu gugs gula dsbt NUKLEOSIDA, sedangkan satu nukleosida yg bikatan dng gugus fosfat dsbt NUKLEOTIDA.
Satu nukleotida terdiri atas 3 bagian :
1. Basa nitrogen
Cicin purin atw pirimidin, yi basa nitrogen yg tikat pd atom C no 1 suatu molekul gula ( ribose / deoksiribosa )
• Basa purin : adenine, guanine
• Basa pirimidin : timin, sitosil, urasil
DNA : A – T ; G – S
RNA : A – U ; G – S

2. Gula
Molekul gula dengan 5 atom C, pd RNA : ribose sedangkn DNA : deoksiribosa. Perbedaannya tletk pd atom C no 2 :
• DNA : atom C no 2 akn biktn dgn H
• RNA : atom C no 2 akn biktn dgn OH

3. Fosfat
Gugus fosfat akn tikt pd atom C no 5, mlalui iktn fosfoester : gula pd atom C no 3 tikt dng C no 5 pd phospat
( 5’p 3’OH ) iktn gula dgn phospat antara sisi kiri dan sisi kanan bbeda/tblik

Materi genetic : DNA yi rantai polimer panjang yang merupakan rangkaian dari jutaan nukleotida ------- GENA ( fragmen DNA yg mengkode protein, suatu unit keturunan ) ------ KROMOSOM ( molkul DNA yg tdri dri beberapa gena di paking mmbntuk kromosom ) ------- GENOM ( total informasi genetic yg tsimpan dlm kromosom ) -------- SEL

Suspensi Tetrasiklina

TETRACYCLINI SUSPENSIO
Suspensi Tetrasiklina
Sirop Tetrasiklina

Komposisi. Tiap 5 ml mengandung :
Tetracycllin setara dengan
Tetracycllin Hydrochloridium 125 mg
Sorbitol solution 70% 1, 41 ml
Glycerolum 0, 125 ml
Talcum 50 mg
Carboxymethullcellulosum Natricum 12, 5 mg
Dinatrii Hydrogenphosphas 70 mg
Acidi Citrium 53 mg
Natri Pyrosulfis 5 mg
Methylis Parabenum 6 mg
Proplylis Parabenum 1, 5 mg
Sirupus Simplex 0, 467 ml
Aqua destillata hingga 5 ml

Penyimpanan. Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Dosis. Anak, 4 kali sehari 1 sendok teh.
Catatan. 1. Dapat ditambahkan zat pewangi secukupnya
2. Pada etiket harus juga tertera :
a. Kesetaraan Tetrasiklin Hidroklorida
b. Daluarsa
3. 1 gram tetrasiklin setara dengan lebih kurang 1 gram Tetrasiklin
Hidroklorida
( from : FORNAS EDISI KEDUA tahun 1978, DEPKES RI, halaman 285 )

Senin, 20 April 2009

VAKSIN

Vaksin (dari kata vaccinia, penyebab infeksi cacar sapi yang ketika diberikan kepada manusia, akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar), adalah bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh organisme alami atau "liar".

Vaksin dapat berupa galur virus atau bakteri yang telah dilemahkan sehingga tidak menimbulkan penyakit. Vaksin dapat juga berupa organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya (protein, peptida, partikel serupa virus, dsb.). Vaksin akan mempersiapkan sistem kekebalan manusia atau hewan untuk bertahan terhadap serangan patogen tertentu, terutama bakteri, virus, atau toksin. Vaksin juga bisa membantu sistem kekebalan untuk melawan sel-sel degeneratif (kanker).

Menumbuhkan kekebalan
Sistem kekebalan mengenali partikel vaksin sebagai agen asing, menghancurkannya, dan "mengingat"-nya. Ketika di kemudian hari agen yang virulen menginfeksi tubuh, sistem kekebalan telah siap:

Menetralkan bahannya sebelum bisa memasuki sel; dan
Mengenali dan menghancurkan sel yang telah terinfeksi sebelum agen ini dapat berbiak.
Vaksin yang dilemahkan digunakan untuk melawan tuberkulosis, rabies, dan cacar; agen yang telah mati digunakan untuk mengatasi kolera dan tifus; toksoid digunakan untuk melawan difteri dan tetanus.

Meskipun vaksin sejauh ini tidak virulen sebagaimana agen "sebenarnya", bisa menimbulkan efek samping yang merugikan, dan harus diperkuat dengan vaksinasi ulang beberapa tiap tahun. Suatu cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan vaksinasi DNA. DNA yang menyandi suatu bagian virus atau bakteri yang dapat dikenali oleh sistem kekebalan dimasukkan dan diekspresikan dalam sel manusia/hewan. Sel-sel ini selanjutnya menghasilkan toksoid agen penginfeksi, tanpa pengaruh berbahaya lainnya. Pada tahun 2003, vaksinasi DNA masih dalam percobaan, namun menunjukkan hasil yang menjanjikan.


Pemberantasan penyakit
Berbagai penyakit seperti polio telah dapat dikendalikan di negara-negara maju melalui penggunaan vaksin secara massal (malah, cacar telah berhasil dimusnahkan, sedangkan rubella dilaporkan telah musnah dari AS).

Sepanjang mayoritas masyarakat telah diimunisasi, penyakit infeksi akan sulit mewabah. Pengaruh ini disebut herd immunity. Beberapa kalangan, terutama yang melakukan praktik pengobatan alternatif, menolak untuk mengimunisasi dirinya atau keluarganya, berdasarkan keyakinan bahwa efek samping vaksin merugikan mereka. Para pendukung vaksinasi rutin menjawab dengan mengatakan bahwa efek samping vaksin yang telah berizin, jika ada, jauh lebih kecil dibandingkan dengan akibat infeksi penyakit, atau sangat jarang, dan beranggapan bahwa hitungan untung/rugi haruslah berdasarkan keuntungan terhadap kemanusiaan secara keseluruhan, bukan hanya keuntungan pribadi yang diimunisasi. Resiko utama rubella, misalnya, adalah terhadap janin wanita hamil, tapi resiko ini dapat secara efektif dikurangi dengan imunisasi anak-anak agar tidak menular kepada wanita hamil.

ANTIBIOTIK

Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika khususnya berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman. Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotika berbeda dengan desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup.

Tidak seperti perawatan infeksi sebelumnya, yang menggunakan racun seperti strychnine, antibiotika dijuluki "peluru ajaib": obat yang membidik penyakit tanpa melukai tuannya. Antibiotik tidak efektif menangani infeksi akibat virus, jamur, atau nonbakteri lainnya, dan Setiap antibiotik sangat beragam keefektifannya dalam melawan berbagai jenis bakteri. Ada antibiotika yang membidik bakteri gram negatif atau gram positif, ada pula yang spektrumnya lebih luas. Keefektifannya juga bergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.

Antibiotika oral (yang dimakan) mudah digunakan bila efektif, dan antibiotika intravena (melalui infus) digunakan untuk kasus yang lebih serius. Antibiotika kadangkala dapat digunakan setempat, seperti tetes mata dan salep.

Riwayat singkat penemuan antibiotika modern
Penemuan antibiotika terjadi secara 'tidak sengaja' ketika Alexander Fleming, pada tahun 1928, lupa membersihkan sediaan bakteri pada cawan petri dan meninggalkannya di rak cuci sepanjang akhir pekan. Pada hari Senin, ketika cawan petri tersebut akan dibersihkan, ia melihat sebagian kapang telah tumbuh di media dan bagian di sekitar kapang 'bersih' dari bakteri yang sebelumnya memenuhi media. Karena tertarik dengan kenyataan ini, ia melakukan penelitian lebih lanjut terhadap kapang tersebut, yang ternyata adalah Penicillium chrysogenum syn. P. notatum (kapang berwarna biru muda ini mudah ditemukan pada roti yang dibiarkan lembab beberapa hari). Ia lalu mendapat hasil positif dalam pengujian pengaruh ekstrak kapang itu terhadap bakteri koleksinya. Dari ekstrak itu ia diakui menemukan antibiotik alami pertama: penicillin G.

Penemuan efek antibakteri dari Penicillium sebelumnya sudah diketahui oleh peneliti-peneliti dari Institut Pasteur di Perancis pada akhir abad ke-19 namun hasilnya tidak diakui oleh lembaganya sendiri dan tidak dipublikasi.

Macam-macam antibiotika
Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika[1] dilihat dari target atau sasaran kerjanya(nama contoh diberikan menurut ejaan Inggris karena belum semua nama diindonesiakan atau diragukan pengindonesiaannya):

1. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penicillin, Polypeptide 3. dan Cephalosporin, misalnya ampicillin, penicillin G;
2. Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid;
4. Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide, Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin, chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, tetracycline, oxytetracycline;
5. Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomycin, valinomycin;
6. Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya oligomycin, tunicamycin; dan
7. Antimetabolit, misalnya azaserine.

Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik and antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit ringan, dan demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik salesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.

Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau mengganggu gumpalan darah, ginjal atau duktus arteriosus pada janin

Asal kata
Kata asetaminofen dan parasetamol berasal dari singkatan nama kimia bahan tersebut:

Versi Amerika N-asetil-para-aminofenol asetominofen
Versi Inggris para-asetil-amino-fenol parasetamol

Sejarah
Sebelum penemuan asetaminofen, kulit sinkona digunakan sebagai agen antipiretik, selain digunakan untuk menghasilkan obat antimalaria, kina.

Karena pohon sinkona semakin berkurang pada 1880-an, sumber alternatif mulai dicari. Terdapat dua agen antipiretik yang dibuat pada 1880-an; asetanilida pada 1886 dan fenasetin pada 1887. Pada masa ini, parasetamol telah disintesis oleh Harmon Northrop Morse melalui pengurangan p-nitrofenol bersama timah dalam asam asetat gletser. Biarpun proses ini telah dijumpai pada tahun 1873, paraetamol tidak digunakan dalam bidang pengobatan hingga dua dekade setelahnya. Pada 1893, parasetamol telah ditemui di dalam air kencing seseorang yang mengambil fenasetin, yang memekat kepada hablur campuran berwarna putih dan berasa pahit. Pada tahun 1899, parasetamol dijumpai sebagai metabolit asetanilida. Namun penemuan ini tidak dipedulikan pada saat itu.

Pada 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-obatan Sedatif telah memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan agen analgesik. Bernard Brodie dan Julius Axelrod telah ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan dengan adanya methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak berbahaya. Di dalam tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan asetanilida dengan methemoglobinemia dan mendapati pengaruh analgesik asetanilida adalah disebabkan metabolit parasetamol aktif. Mereka membela penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak menghasilkan racun asetanilida.